MUA'ALLIM ASWAJA

MUA'ALLIM ASWAJA
MI.I'ANATUTHALIBIN ISLAMIC ELEMENTARY SCHOOL

KAPITA SELEKTA

KAPITA SELEKTA
BEBAS BIAYA OPERASIONAL

12/26/2010

Dunia Guru, Madrasah dan Tulisan Sekedar


Guru Menulis


Photography of a teacher writing on blackboard...
Image via Wikipedia
Oleh : NANANG YUNAN SUROSO (Guru Bahasa Jepang SMAN 7 Kota Cirebon; Simpatisan Asosiasi Guru Penulis)
Pada Desember ini ada dua peristiwa yang sangat menarik dan penting bagi upaya membangun profesionalisme guru dan kualitas pendidikan nasional. Pertama, peringatan Tahun Baru 1432 Hijriah yang jatuh pada Selasa (7/12). Hijrah adalah peristiwa berpindahnya Rasulullah SAW beserta sahabatnya dari Mekkah menuju Madinah untuk membangun kehidupan berlandaskan tauhid yang lebih baik. Peristiwa yang dilandasi niat ikhlas dan penuh pengorbanan ini dimaknai sebagai perpindahan atau perubahan untuk mencapai kemuliaan dan kehidupan yang lebih berkualitas.
Peristiwa kedua, seminar dengan tema ”Guru Menulis di Media Massa” yang diselenggarakan pada Kamis (9/12). Seminar dalam rangka Hari Guru Nasional dan HUT ke-65 PGRI yang terselenggara atas kerja sama pengurus PGRI Jawa Barat, Dinas Pendidikan Provinsi Jabar, dan harian Kompas ini bertujuan membangun kesadaran reformis dan kreatif guru dalam menulis atau menuangkan ide-ide kreatif dan inovatifnya. Selain itu, menumbuhkan budaya menulis atau meneliti sebagai episentrum peningkatan kualitas pembelajaran dan pendidikan.
Pertanyaan korelatifnya, dapatkah kompetensi menulis menjadi simpul profesionalisme guru dan menghijrahkan guru sehingga berkontribusi konstruktif bagi peningkatan kualitas pendidikan?
Membangun guru profesional tidak semudah membalik telapak tangan. Membangun guru profesional diwujudkan melalui proses terintegrasi yang memakan waktu, pikiran, tenaga, dan anggaran yang tidak sedikit. Program sertifikasi guru yang bertujuan meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan guru dihadapkan pada sulitnya mengubah karakter guru. Sertifikasi guru melalui portofolio serta pendidikan dan latihan profesi guru dinilai belum bisa meningkatkan kualitas dan performa guru.
Baca entri selengkapnya »

i

Rate This
Quantcast
Ditulis oleh Zainal Muttaqien
10 Desember 2010 pada 08:44

Ketika Guru Bisa Menulis


whiteboard writing skills
Image by massdistraction via Flickr
Oleh : Sudaryanto SPd (Guru MAN III Yogyakarta)
Hampir setiap guru SD hingga SLTA pasti memiliki kemampuan menulis. Betulkah begitu? Sungguh, para guru sebenarnya memiliki cukup literatur dan materi untuk membuat tulisan. Setiap kali datang ke sekolah, mengajar anak didik di kelas, dan mengunjungi perpustakaan setiap kali itu pula ide-ide tulisan muncul. Jadi, saya berkeyakinan, sebenarnya para guru mampu menulis. apa pun bentuknya.
Sayangnya, hal itu belum dioptimalkan. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab. Misalnya, tingginya beban tugas mengajar. Tuntutan tugas dengan jam mengajar yang padat mengakibatkan mereka menjadi malas menulis. Belum lagi adanya tanggungjawab di luar sekolah atau di keluarga. Akibatnya, guru kehilangan waktu untuk bisa menuangkan ide dan pemikirannya melalui tulisan.
Padahal, ketika guru sudah mulai menulis, secara otomatis tingkat intelektualitasnya bertambah. Akan tetapi, ironisnya.hanya sebagian kecil guru yang memiliki kesadaran, motivasi, dan komitmen tinggi yang mau menyempatkan menulis. Sebagian besar guru justru sibuk dengan jam mengajar. Bahkan, sampai-sampai mengajar di sekolah lain guna menambah penghasilan.
Harus diakui, kebiasaan mendidik secara verbal membuat guru lebih nyaman dan menguasai model pembelajaran verbal dibandingkan menulis, baik karya ilmiah maupun artikel. Padahal, sekali lagi, penulisan ide-ide dan seluruh pemikiran guru (tentang kurikulum, cara belajar efektif, buku pelajaran, dan sebagai nya) lebih bisa diketahui masyarakat, tidak hanya muridnya. Ini terutama hasil tulisan yang diterbitkan di media massa.
Baca entri selengkapnya »

i

Rate This
Quantcast
Ditulis oleh Zainal Muttaqien
9 Desember 2010 pada 08:30

Kemampuan Menulis Guru Lemah?


Writer's Digest Book Shipment
Image by AngelaShupe.com via Flickr
Oleh: Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si
Berita Kompas (19/3/2010) halaman 12 tentang rendahnya kemampuan guru menulis karya ilmiah tidak mengejutkan banyak orang karena bukan hal baru. Berita sejenis sebelumnya pernah dimuat oleh beberapa media. Sebenarnya, lemahnya tradisi menulis ilmiah tidak saja terjadi di kalangan guru, tetapi juga dosen. Penyebabnya macam-macam. Tetapi umumnya antara lain karena lemahnya kesadaran pentingnya menulis, tidak tahu manfaat menulis,  keterbatasan mengakses informasi sehingga tidak tahu apa yang harus ditulis, lemahya penguasaan metode ilmiah, kurangnya dorongan pimpinan sekolah kepada para guru untuk menulis. Khusus untuk dosen, penyebab yang lain adalah karena menulis dianggap membuang waktu dan tidak menguntungkan secara material. Sebab, daripada waktu untuk menulis lebih baik dipakai untuk mengajar yang bisa memperoleh keuntungan material secara langsung.
Keadaan di atas bukan isapan jempol. Coba saja berkunjung ke perpustakaan sekolah. Selain umumnya buku bacaan  yang tersedia sangat sedikit, karya ilmiah dari hasil tulisan guru juga hanya beberapa biji, apalagi hasil penelitian. Selain jumlahnya sangat sedikit,  buku yang tersedia umumnya juga buku-buku lama atau yang tidak bermutu sehingga tidak dapat menunjang peningkatan kualitas akademik siswa. Padahal, ilmu pengetahuan berkembang demikian pesat yang mestinya dibarengi dengan ketersediaan buku atau bacaan yang banyak dan up  to date.di setiap lembaga atau satuan pendidikan.
Rendahnya kemampuan dan minat menulis karya ilmiah juga berdampak pada mandeknya jenjang kepangkatan guru. Secara nasional, sebagian besar kepangkatan guru berhenti pada golongan IV A. Mengapa? Sebab, mulai golongan IV A ke atas kenaikan golongan mensyaratkan komponen dari penulisan karya ilmiah, selain komponen mengajar. Akibatnya, sebagai fakta, dari sekitar 2,6 juta guru hanya 0, 87 % guru yang bergolongan IVB, 0, 07 % untuk golongan IVC, dan 0,02 % untuk guru golongan IV D.
Baca entri selengkapnya »

i

Rate This
Quantcast
Ditulis oleh Zainal Muttaqien
8 Desember 2010 pada 08:23

Standar Pengawasan Guru Perlu Diperbaiki


Leraar met gezag / Teacher with authority
Image by Nationaal Archief via Flickr
Banda Aceh, Kompas – Keberadaan badan baru untuk meningkatkan profesionalisme guru dinilai tidak terlalu signifikan. Pemerintah lebih baik memperbaiki mekanisme pengawasan proses belajar-mengajar dengan memberdayakan lembaga yang sudah ada.
Pembantu Rektor Bidang Akademik Universitas Syiah Kuala, Prof Samsul Rizal, ditemui di sela-sela kegiatan pameran pendidikan di Sekolah Menengah Atas Lab School di Banda Aceh, Jumat (3/12), mengatakan, saat ini tidak ada kejelasan mengenai siapa yang berhak untuk melakukan pengawasan mutu dan kualitas guru.
Dia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh tidak memberikan sikap yang jelas mengenai lembaga mana yang berhak untuk melakukan pengawasan terhadap proses belajar-mengajar. Dinas pendidikan kabupaten/kota, khususnya di Aceh, katanya, tidak banyak melakukan pengawasan. Termasuk juga penyebaran.
Lembaga-lembaga yang ada, seperti Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan yang berdiri di tiap ibu kota provinsi, menurut dia, juga tidak memberikan kontribusi yang memadai untuk mengawasi kinerja guru, apalagi pascaprogram sertifikasi.
Dia menjelaskan, sebaiknya pemerintah mengembalikan fungsi pengawasan guru kepada pemerintah provinsi. Dengan standar yang sudah dibakukan, menurut dia, pemerintah provinsi akan sanggup untuk melaksanakannya. Terlalu banyak lembaga ad hoc seperti yang baru saja dibentuk malah akan membingungkan para guru.
Baca entri selengkapnya »

i

Rate This
Quantcast
Ditulis oleh Zainal Muttaqien
7 Desember 2010 pada 22:27

Gaji Pokok Guru Diusulkan Rp 2,5 Juta


Without money
Image by Toban Black via Flickr
REPUBLIKA.CO.ID,MAKASSAR–Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulsel menyatakan, gaji pokok guru tengah diusulkan menjadi Rp2,5 juta per bulan. Ketua PGRI Sulsel Muh. Asmin di Makassar, Sabtu, menjelaskan, gaji pokok guru saat ini kurang dari Rp2 juta belum termasuk guru-guru honor atau guru-guru bantu yang pendapatannya tidak menentu. “Ini jadi keprihatinan kita terutama yang pendapatannya tidak menentu, di bawah Upah Minimum Regional, kita minta pemerintah menyikapinya,” ujarnya.
Profesi guru, lanjutnya, tidak bisa dikatakan sukarela harus dibayar sesuai dengan profesinya dengan proporsional paling tidak di atas UMR. Menurutnya, kesejahteraan dan perlindungan hukum terhadap profesi guru masih menjadi isu sentral dalam peringatan hari guru nasional tahun ini. Pihaknya bertekad seluruh guru honorer yang selama ini digaji menggunakan APBN dan APBD harus menjadi PNS. “Saya belum tahu persis jumlahnya tapi pendataannya sudah selesai,” ujarnya.
Namun, guru honor kategori pertama ini sebenarnya dapat memperoleh tunjangan profesi senilai kurang lebih Rp3 juta atau sama dengan tunjang profesi guru PNS berdasarkan lama pengabdian dan tingkat pendidikannya. Kategori kedua profesi guru yang tengah diperjuangkan nasibnya adalah guru yang bertugas di sekolah pemerintah tapi tidak digaji menggunakan APBD dan APBN. “Untuk kategori ini kita masih lakukan pendataan sampai 31 Desember 2010,” katanya.
Baca entri selengkapnya »

i

Rate This
Quantcast
Ditulis oleh Zainal Muttaqien
5 Desember 2010 pada 10:30
Ditulis dalam Dunia Guru dan Pengajaran
Dikaitkatakan dengan ,

Tahun 2011 Madrasah Mulai Diakreditasi


A madrasah in the Gambia
Image via Wikipedia
JAMBI – Untuk meningkatkan mutu pendidikan di madrasah, maka berbagai program terus dibuat Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jambi saat ini. Bahkan pada tahun 2011 pihak Kemenag Provinsi Jambi akan melakukan akreditasi semua madrasah secara berangsur-angsur sesuai dengan dana yang adaa.
Menurut Kakanwil Kemenag Provinsi Jambi, melalui Kasi Kelembagaan Bidang Mapenda, Zostavia, SAg bahwa saat ini Kemenag memiliki 927 madrasah baik negeri maupun swasta. Makanya mulai tahun 2011 pihaknya mulai membenahi madrasah dengan melakukan akreditasi.
“Untuk 2011 kita focus pada akreditasi madrasah dan bekerjasama dengan Badan Akreditasi Provinsi (BAP). Ini adalah salah satu cara kita untuk meningkatkan mutu madrasah agar bisa bersaing dengan lulusan umum lainnya mulai dari RA, MTS hingga MA,” sebut Zostavia saat ditemui, kemarin.
Dikatakan Zostavia bahwa pihaknya mengharapkan agar akreditasi madrasah ini bisa selesai dilakukan pada tahun 2014. Tetapi akreditasi tidak bisa dilakukan secara bersamaan, tetapai akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan dana yang dianggarkan. “Memang harus diakui bahwa manajemen madrasah perlu pembenahan dan inilah salah satu caranya,” jelasnya.
Baca entri selengkapnya »

i

Rate This
Quantcast
Ditulis oleh Zainal Muttaqien
4 Desember 2010 pada 10:16

Presiden SBY: Sertifikasi Guru Jangan Hanya Untuk Tunjangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA–Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan para guru agar sertifikasi tidak hanya digunakan untuk mendapatkan tunjangan profesi. Dalam pidatonya pada peringatan hari guru nasional dan HUT ke-65 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Gedung Tenis Indoor Senayan, Jakarta, Kamis (2/12) malam, Presiden meminta agar para guru juga meningkatkan kualitas dan kompetensi melalui sertifikasi.
“Amanat UU No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, pembinaan guru di tanah air kita arahkan agar guru memiliki kualitas akademik,” ujar Presiden.
Kepala Negara berharap kehadiran guru yang semakin profesional akan mempercepat terbentuknya masyarakat Indonesia yang maju. Guru yang berkualitas, lanjut dia, diperlukan untuk memajukan pendidikan di Indonesia yang berdasarkan pada empat pilar, yaitu pendidikan berdimensi keimanan, keilmuan, keterampilan, serta pengembangan kepribadian.
Dalam pidatonya, Presiden menyatakan komitmen pemerintah untuk meningkatkan profesionalitas guru melalui pembentukan badan baru di Kementerian Pendidikan Nasional setingkat eselon satu untuk menangani profesi guru dan jaminan mutu pendidikan.
Baca entri selengkapnya »

i

Rate This
Quantcast
Ditulis oleh Zainal Muttaqien
3 Desember 2010 pada 10:34

Filipina Ingin Adopsi Pendidikan Madrasah Indonesia


Islamic Education Center, Houston, Texas
Image via Wikipedia
JAKARTA – Pendidikan madrasah yang telah cukup lama diterapkan di Indonesia, ternyata menarik minat negara tetangga untuk mengadopsinya. Salah satunya adalah Filipina. Bahkan, negara yang berada di berada di utara Indonesia tersebut, secara terang-terangan telah meminta masukan kepada Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) mengenai pendidikan tersebut.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Pendidikan Filipina, Br Armin A Luistro FSC, usai melakukan pertemuan dengan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh, di Gedung Kemdiknas, Jakarta, Senin (29/11). Armin menerangkan, alasan pihaknya untuk mengadopsi sistem pendidikan madrasah Indonesia tersebut, karena negara bekas jajahan Spanyol itu sudah membuka program pendidikan madrasah. “Kami meminta saran (soal) program madrasah. Kami meminta masukan nilai-nilai Islami yang terdapat di dalam madrasah,” ujar Armin.
Menurut Armin, pembukaan program pendidikan madrasah di Filipina, dilakukan untuk mengapresiasi komunitas muslim yang ada di negaranya, walaupun saat ini jumlah orang Islam di Filipina masih minoritas. “Kami sangat berterimakasih jika mendapatkan saran dan masukan dari Indonesia. Hal itu merupakan kontribusi yang sangat bagus untuk negara kami,” terangnya.
Baca entri selengkapnya »

i

Rate This
Quantcast
Ditulis oleh Zainal Muttaqien
30 November 2010 pada 08:57

Penempatan Guru PNS di Sekolah Swasta dan Permasalahan Distribusi Guru PNS


The School of Athens - fresco by Raffaello San...
Image via Wikipedia
Pengantar
Berikut ini saya tampilkan beberapa artikel atau berita terkait persoalan penempatan guru PNS di sekolah swasta dan permasalahan distribusi guru PNS yang tidak merata antara suatu daerah dengan daerah lainnya. Kecenderungan yang kerap terjadi ialah guru lebih memilih bertugas di tempat kerja yang relatif dekat dan tidak menghendaki ditempatkan di daerah terpencil. Bahkan di kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan sendiri misalkan pernah terjadi CPNS guru yang ditempatkan di suatu daerah yang agak jauh belum sampai 1 bulan bertugas sudah mengurus pindah ke sekolah lain yang lebih dekat dengan alasan ini itu yang nampaknya bisa dikompromikan dengan oknum pengawas, kepala sekolah dan pejabat Dinas Pendidikan setempat dan akhirnya sang CPNS tersebut bisa beralih tempat tugas dengan mudahnya. Meski selang tidak berapa lama setelah itu keluar Surat Edaran dari Bupati mengenai larangan CPNS guru di’titip’kan di sekolah lain yang bukan tempat penugasan asalnya namun tetap saja Surat Edaran semacam itu tak digubris dan fenomena ‘titip menitip’ guru semacam itu terus terjadi. Saya tidak memvonis fenomena ini sebagai sesuatu yang negatif atau salah, namun saya kira persoalan semacam ini hendaknya bisa ditelaah secara bijaksana dan mempertimbangkan rasa serta semangat keadilan.
Persoalan lain yang memiliki relevansi dengan permasalahan di atas yakni tentang penempatan guru PNS di sekolah swasta. Saya tidak tahu persis alasan pemerintah (melalui peraturan Menpan) melarang penempatan guru PNS di sekolah swasta, namun saya kira jika kebijakan tersebut benar adanya maka hal ini menunjukkan adanya diskriminasi perlakuan dan ketidakpekaan pemerintah terhadap persoalan distribusi alokasi penempatan guru. Berikut ini saya tampilkan beberapa artikel berita yang mudah-mudahan dapat memperkaya wawasan para guru dan bermanfaat bagi para pengambil kebijakan seputar guru di daerah. Selamat menyimak…..
Baca entri selengkapnya »

i

Rate This
Quantcast
Ditulis oleh Zainal Muttaqien
28 November 2010 pada 16:49

Sertifikasi Guru


Old piano teacher at Beijing Children's Palace
Image via Wikipedia
Oleh Waras Kamdi
Fenomena kecurangan dalam pelaksanaan Sertifikasi Guru Dalam-Jabatan lewat Portofolio kian menguak apa yang sesungguhnya telah jadi rahasia umum.
Terungkapnya kasus plagiasi 1.700 guru di Riau menunjukkan sebagian kecil dari kecurangan dalam memenuhi portofolio sertifikasi guru. Banyak masyarakat yang merisaukan aneka pelanggaran itu, tetapi program sertifikasi terus saja melaju atas nama pemenuhan amanat peraturan perundang-undangan.
Kerisauan juga berkembang di kalangan pimpinan lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), terutama yang diserahi tugas melaksanakan sertifikasi tersebut. Dalam lima tahun terakhir (2006-2009), lebih dari 500.000 guru telah diberi sertifikat oleh LPTK yang ditunjuk pemerintah (Kompas, 1/11). Namun, hingga detik ini belum ada kabar menggembirakan adanya peningkatan kinerja guru bersertifikat pendidik itu. Malahan, sertifikasi telah sempurna menyemaikan dan menyuburkan budaya jalan pintas yang amat mencederai sosok profesional guru itu sendiri.
Publik hanya tahu guru-guru bersertifikat itu buah karya LPTK. Ketika mereka gagal mewujudkan impian publik akan peningkatan mutu pendidikan di Tanah Air, LPTK-lah yang pertama akan ditagih akuntabilitasnya. Ini sungguh tagihan yang amat berat bagi LPTK yang terlibat dalam prosesi sertifikasi guru meskipun sesungguhnya sejak awal sejumlah pimpinan LPTK skeptis mengenai sertifikasi massal itu akan membuahkan hasil seperti diidealkan, yakni peningkatan mutu pendidikan.
Alih-alih, menuai kemaslahatan, kita lebih banyak menuai kemudaratan. Angka Rp 60 triliun bukan angka kecil untuk peningkatan guru (Kompas, 1/11).
Baca entri selengkapnya »

i

1 Votes
Quantcast
Ditulis oleh Zainal Muttaqien
27 November 2010 pada 08:09