
Munculnya apa yang disebut sebagai “sekolah unggulan” dalam dunia
pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini merupakan perkembangan baru yang
perlu disambut gembira. Mengapa? Karena ini menunjukkan makin
banyaknya variasi dan alternatif pendidikan bagi anak-anak kita. Dalam
tulisan ini saya memberi tambahan ‘apa yang disebut’ ketika menyebut
sekolah unggulan karena, menurut saya, bentuk sekolah unggulan yang
kita amati dalam praktek saat ini masih beragam. Sepertinya, saat ini
kita sedang mencari bentuknya yang pas. Namun hal ini tidak menjadi
masalah karena, dalam proses perkembangan sesuatu, tahap ‘mencari
bentuk’ itu memang harus kita lalui.
Bentuk apa yang disebut sebagai sekolah unggulan ini memang
bervariasi. Ada yang model AKABRI seperti di SMU Taruna Magelang, ada
yang model pesantren seperti SMU Unggulan di Pondok Pesantren Darul Ulum
Jombang, ada pula yang model Sekolah Ciputra yang mewah itu. Konon,
kelompok Paramadina pun membuka sekolah unggulan semacam ini. Persamaan
dari sekolah-sekolah unggulan yang beragam itu adalah: mereka adalah
SMU dan berbeda dari sekolah menengah umum tradisional. Perbedaan ini
terutama terletak pada kurikulumnya yang rata-rata lebih banyak daripada
kurikulum yang dipakai di sekolah ‘biasa’. Demikian pula fasilitas
pendidikannya. Semuanya mengharuskan siswanya tinggal di asrama
sehingga pendidikannya boleh dikatakan berlangsung selama 24 jam sehari.
Di tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, di Indonesia telah ada
beberapa sekolah swasta yang baik yang menjadi favorit masyarakat
sehingga mereka mau membayar uang masuk yang cukup mahal. SD Al-Azhar
di Jakarta, SD Al-Hikmah di Surabaya, SD Sabilillah dan MIN Malang I
berserta filialnya MI Jenderal Sudirman, merupakan contoh SD/MI semacam
itu. Sekolah-sekolah tersebut biasanya juga disebut orang sebagai
sekolah unggulan. Tampaknya sekolah/madrasah seperti inilah yang ingin
dijadikan madrasah model yang akan dikembangkan di beberapa tempat di
seluruh Indonesia. Diharapakna, dengan adanya madrasah model itu,
madrasah-madrasah di sekitarnya akan melihat dengan kepala mereka
sendiri contoh dari suatu madrasah ideal; yang lengkap fasilitasnya,
bagus kualitas penddikannya, dan tinggi prestasinya. Tersirat dalam
upaya itu adalah keinginan Departemen Agama untuk memiliki lebih banyak
lagi madrasah seperti MIN Malang I ini di berbagai kota di seluruh
Indonesia.
Makalah ini akan mencoba membahas tantangan dan
peluang pengembangan Madrasah Unggulan di wilayah Jawa Timur dengan
fokus analisis sumberdaya wilayah dan pemberdayaannya. Untuk itu, kita
perlu mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Madrasah
Unggulan itu, bagaimana ciri-cirinya, dan faktor-faktor apa yang
menyebabkan mereka unggul. Baru sesudah itu kita akan dapat melihat
kemungkinan pengembangannya di wilayah Jawa Timur dengan melihat potensi
yang dapat dikembangkan dan potensi hambatan yang harus diatasi.
Mengingat peranan kepala Madrasah sebagai pemimpin pendidikan amat
strategis dalam pengembangan Madrasah Unggulan ini, maka ciri-ciri
pemimpin yang efektif juga disertakan. Terakhir, makalah ini akan
membahas peran yang dapat dimainkan oleh Kandepag/Kanwil Depag dalam
mendorong pengembangan Madrasah Unggulan di wilayahnya.
Madrasah Unggulan
Pertanyaan pertama yang ingin kita ajukan adalah: apakah yang dimaksud
dengan Madrasah Unggulan itu dan apa pula ciri-ciri umumnya? Dalam hal
ini, kita beruntung telah ada beberapa penelitian mengenai Madrasah
Unggulan ini (Arifin, 1998:9-10) sehingga kita dapat dengan mudah
mengetahui karakteristiknya. Dalam disertasinya tentang kepemimpinan
Kepala SD/MI berprestasi, Imron Arifin tidak menyebut MIN Malang I
sebagai MI Unggulan melainkan MI berprestasi dengan kriteria prestasi
akademik (yang diukur dengan prestasi siswanya dalam ebtanas) dan
prestasi non-akademik (yang diukur dengan prestasi sekolah dalam
memenangkan berbagai lomba).
Menurut Imron Arifin
(1998:322), ada 10 ciri SD/MI berprestasi yang ia lihat dalam
penelitiannya, yaitu: (1) fasilitas belajar yang baik dan eksklusif; (2)
layanan akademik dan khusus yang baik; (3) perencanaan yang baik; (4)
iklim kerja dan belajar yang sehat dan baik; (5) motivasi berprestasi
dan semangat kerja tinggi; (6) menerapkan guru kelas dan guru bidang
studi, (7) bekal dasar murid berupa pendidikan prasekolah; (8) harapan
yang tinggi dan dukungan yang kuat dari orang tua dan masyarakat
sekitar; (9) keter-libatan wakil kepala sekolah dan guru-guru; dan (10)
kepemimpinan kepala sekolah yang efektif.
Hampir
semua ciri di atas, menurut Arifin (1998:322-323), merupakan faktor yang
mendukung tercapainya prestasi SD/MI yang ditelitinya, yaitu: (1)
fasilitas fisik dan peralatan pendidikan yang baik; (2) guru-guru dan
staf pendukung yang kompeten dan mempunyai komitmen yang tinggi; (3)
pembelajaran yang berdiferensiasi; (4) harapan dan kepercayaan yang
tinggi, dan dukungan yang kuat, dari orang tua dan masyarakat sekitar;
(5) organisasi yang rasional dan harmonis; (6) komitmen yang tinggi
terhadap budaya lokal dan agama; (7) iklim kerja yang sehat, serta
motivasi dan semangat kerja tinggi; (8) keterlibatan wakil kepala
sekolah dan guru-guru; (9) dukungan figur-figur kreatif yang kaya
wawasan dan gagasan; dan (10) kepemimpinan kepala sekolah yang efektif.
Sebagai perbandingan, kita dapat melihat beberapa ciri sekolah yang
‘kurang baik’ yang oleh Sergiovanni dan Elliot, berdasarkan penelitian
Becker tentang SD di USA, disebut sebagai pot-holes of pestilence :
kepemimpinan yang lemah, semangat kerja guru dan murid yang jelek,
pengawasan yang terlalu ketat dan menekan, program pengajaran yang
bersifat ritualistik dan tradisional, iklim umum yang kurang
bersemangat, dan kepala sekolah yang tidak mau melayani di luar jam
kerjanya (Arifin, 1998:7).
Peluang Untuk Mengembangkan Madrasah Unggulan di Wilayah Jawa Timur
Dengan berbekal pengetahuan tentang ciri MI berprestasi dan
faktor-faktor pendukung tercapainya prestasi tersebut, kini kita siap
untuk membicarakan bagaimana peluang yang ada bagi pengembangan Madrasah
Unggulan di wilayah Jawa Timur. Peluang biasanya diartikan sebagai
kesempatan yang muncul secara eksternal yang memungkinkan kita
melaksanakan keinginan atau mencapai tujuan kita yang mungkin sudah lama
kita pendam. Dalam hal ini, saya ingin menggunakan struktur analisa
PEST (politik, ekonomi, sosial, dan teknis) yang biasa digunakan dalam
marketing (Housden, 1994:15-16)
- Politik : Kebijakan
pemerintah di bidang pendidikan (khususnya tentang madrasah) dapat
mempengaruhi, secara positif atau negatif, perkembangan madrasah.
Pertanyaan yang timbul dalam kaitannya dengan keinginan untuk
mengembangkan Madrasah Unggulan di wilayah Jawa Timur ini ialah: apakah
kebijakan pemerintah mendukung pengembangan Madrasah Unggulan di wilayah
Jawa Timur? Dalam hal ini, tampaknya kebijakan pemerintah amat
mendukung pengembangan Madrasah Unggulan di wilayah Jawa Timur. Hal ini
tampak dalam strategi pencapaian sasaran pendidikan dalam Repelita VI
yang, antara lain, adalah “pengembangan program sekolah-sekolah unggulan
sebagai centers of excellence dengan maksud sekolah-sekolah lain di
sekitarnya terangsang untuk meningkatkan mutu pendidikannya” (Depdikbud,
1995:595). Pemberian ijin pada beberapa sekolah mewah seperti Sekolah
Ciputra serta kerjasama antara perguruan tinggi nasional dengan
perguruan tinggi asing merupakan bukti dari tekad pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Di lingkungan
Departemen Agama, Menteri Agama telah menetapkan prioritas alokasi
program dan anggaran tahun1999/2000, di mana prioritas yang pertama
adalah:
“a. Peningkatan pendidikan dasar dan menengah pada
Madrasah sebagai pelaksanaan Undang-undang nomor 2 Th. 1989 tentang
sistem Pendidikan Nasional jo PP. Nomor 28, 29, dan 32 tahun 1990
termasuk penyelenggaraan madrasah model dan madrasah terbuka sebagai
pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.” (Menteri Agama,
1998).
Pengembangan madrasah model ini, di Jawa Timur,
sudah dilaksanakan mulai tahun anggaran 1996/7 dengan menetapkan satu
MIN di Bangkalan, satu di Trenggalek, dan dua di Lamongan sebagai MIN
model. Dana untuk pengembangan MIN model ini diperoleh dari Asian
Development Bank dan diarahkan untuk pengembangan sarana-prasarana
(gedung kelas, workshop, laboratorium, dsb.) dan sumberdaya manusia
(penataran kepala sekolah dan guru-guru bidang studi). Di samping itu
juga disediakan bantuan imbal swadana (bantuan pancingan) untuk
merangsang madrasah swasta untuk meningkatkan kualitas layanan
pendidikannya di tiga daerah tersebut. Usaha-usaha lain seperti seminar
ini untuk mensosialisasikan perlunya peningkatan mutu madrasah juga
telah dilakukan.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan
bahwa ditinjau dari segi politik, situasinya amat membantu pengembangan
Madrasah Unggulan di wilayah Jawa Timur. Pemerintah memang menginginkan
berkembangnya banyak Madrasah Unggulan di berbagai tempat di Indonesia
ini dan bersedia menyediakan dana untuk membantu pengembangan itu.
- Ekonomi:
Pengembangan Madrasah Unggulan jelas memerlukan dana yang banyak.
Penyediaan fasilitas pendidikan yang memadai memerlukan dana yang tidak
sedikit, demikian pula usaha peningkatan kualitas sumberdaya manusianya
(guru, staf, dan siswa). Dana pemerintah yang diambil dari APBN jelas
tidak akan mencukupi untuk semua Madrasah. Oleh karena itu, Madrasah
yang berniat menjadi unggulan harus dapat memobilisasi dana yang
dimilikinya maupun yang ada di masyarakat. Adakah kesediaan dan
kemampuan masyarakat untuk itu?
Dari
penelitian Imron Arifin dan pengamatan pada beberapa sekolah favorit
yang lain dapat disimpulkan bahwa dana masyarakat itu dapat
dimobilisasi. Sekolah-sekolah swasta yang favorit biasanya identik
dengan sekolah yang uang masuknya mahal. Ini menunjukkan bahwa
masyarakat tampaknya masih mau menyumbangkan sebagian uangnya bagi
peningkatan kualitas pendidikan anaknya. Saya yakin, masyarakat di
daerah-daerah lain pun akan mau memberikan sumbangan kepada Madrasah
tertentu apabila Madrasah tersebut terbukti memang berkualitas.
- Sosial.
Dalam hal ini, pertanyaan yang diajukan adalah: adakah kebutuhan
masyarakat akan Madrasah yang unggul? Suatu Madrasah tidak mungkin
dapat dikembangkan menjadi Madrasah Unggulan kalau masyarakat di
sekitarnya tidak membutuhkan hal itu. Dukungan masyarakat sekitar amat
dibutuhkan bagi pengembangan Madrasah Unggulan.
Dari pengamatan terhadap kecenderungan masyarakat terhadap madrasah
(terutama MI) kita bisa secara optimis mengatakan bahwa kebutuhan
masyarakat muslim akan madrasah masih tinggi. Madrasah masih merupakan
pendidikan alternatif bagi sebagian besar masyarakat muslim. Hal ini
tampak dari jumlah MI dan murid MI yang secara nasional terus meningkat
setiap tahun. Dari data Depdikbud (1995:406), selama Pelita V, jumlah
MI meningkat dari 21.364 di tahun fiskal 1989/1990 menjadi 24.979 di
tahun fiskal 1993/1994 sementara jumlah murid MI meningkat dari
3.056.300 di tahun 1989/1990 menjadi 3.379.734. Data dari Kanwil Depag
Jatim menunjukkan bahwa di Jawa Timur, saat ini, ada 135 MIN dan lebih
dari 7000 MI swasta.
- Teknis. Faktor teknis yang
perlu dipertimbangkan dalam rangka pengembangan Madrasah Unggulan
adalah apakah wilayah Jawa Timur tersebut secara teknis dapat
meningkatkan Madrasah menjadi unggulan. Pengembangan Madrasah Unggulan
memerlukan banyak pelatihan sumberdaya manusia, baik dari segi wawasan,
pengetahuan, maupun ketrampilannya. Analisa di lapangan menunjukkan
bahwa secara teknis peluang untuk mengembangkan Madrasah Unggulan di
wilayah Jawa Timur cukup bagus. Di beberapa tempat di Jawa Timur telah
ada Fakultas Tarbiyah yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat peningkatan
SDM Madrasah. Di samping itu, di Jawa Timur juga ada Balai Diklat yang
juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan itu. Kalau itu masih belum
cukup, masih ada pula IKIP yang juga ada di berbagai kota.
Dari
analisa PEST di atas, dapat disimpulkan bahwa, secara politis,
ekonomis, sosial, dan teknis, peluang untuk mengembangkan Madrasah
Unggulan di wilayah Jawa Timur itu ada bahkan bisa dikatakan cukup
besar. Pertanyaannya adalah: dapatkah kita memanfaatkan peluang itu?
Tantangan yang Harus DiatasiKondisi sebagian besar Madrasah saat ini
Tantangan pertama yang harus diatas dalam kaitannya dengan
pengembangan Madrasah Unggulan di wilayah Jawa Timur adalah kondisi
sebagian besar Madrasaah yang masih berada di bawah standar. Di Jawa
Timur, misalnya, kondisi sebagian besar MIN, menurut informasi dari
Kanwil Depag Jatim, masih memprihatinkan, baik dari segi
sarana-prasarana, ketenagaan, maupun manajemennya. 60 dari 135 MIN yang
ada saat ini adalah MIN yang baru saja dinegerikan (berasal dari MI
swasta yang kemudian oleh yayasannya diserahkan kepada pemerintah).
Biasanya, alasan utama penegerian adalah karena fihak yayasan tidak
mampu lagi menggali dana untuk pengoperasiannya. Dapat dibayangkan
bagaimana keadaan sarana-prasarana maupun sumberdaya manusia MIN baru
tersebut. Menurut informasi, kebanyakan baru kepala madrasahnya saja
yang merupakan pegawai negeri sementara guru tetap lainnya merupakan
guru yayasan dengan gaji yang berada di bawah gaji guru negeri. Keadaan
ini jelas kurang menguntungkan pengembangan MI tersebut menjadi
Madrasaah Unggulan.
Sumberdaya Manusia Dari
segi SDM, tantangan yang harus diatasi juga tidak sederhana. Saat ini
di Jatim tercatat sekitar 22.000 orang GPAI dengan NIP. 15.. (Depag)
yang tersebar di MI, MTs, MA, baik negeri maupun swasta, dan sebagian
kecil ada di sekolah umum. GPAI NIP. 15 inilah yang menjadi andalan
Depag untuk mengembangkan MI. Namun, kebanyakan dari mereka saat ini
sudah mendekati pensiun. Bahkan, berdasarkan informasi, pada tahun 2000
nanti akan ada sebanyak 10.000 orang GPAI yang memasuki masa pensiun
sementara jumlah GPAI NIP. 15 yang diangkat sebagai penggantinya tidak
sebesar yang pensiun akibat kebijakan zero growth yang dianut
pemerintah. Adalah wajar jika orientasi kerja sebagian GPAI yang
mendekati pensiun ini lebih tercurah pada apa yang akan mereka lakukan
setelah pensiun daripada pada pengembangan madrasahnya yang memerlukan
pemikiran dan usaha yang keras dan memakan proses yang cukup lama.
Dilihat dari segi pendidikannya, rata-rata pendidikan GPAI NIP 15
untuk MI adalah PGA atau Madrasah Aliyah yang diangkat menjadi GPAI
lewat UGA (Ujian Guru Agama) sebelum tahun 1967. Walaupun hampir semua
GPAI tersebut kini sudah disetarakan pendidikannya melalui proyek
penyetaraan D II, namun hasilnya mungkin lebih merupakan pemenuhan
formalitas daripada peningkatan kualitas karena berbagai faktor.
Kualitas sebagian besar Kepala Madrasah
Kualitas sebagian besar Kepala Madrasah (terutama Madrasah Negeri)
juga merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi. Berdasarkan
informasi, selama ini, proses pengangkatan untuk menjadi kepala Madrasah
Negeri masih didasarkan pada senioritas dan urutan kepangkatan, bukan
pada kemampuan manajemen dan potensinya untuk memajukan Madrasah.
Akibatnya, mungkin saja ada guru yang memiliki potensi untuk
mengembangkan Madrasah secara kreatif akan dikalahkan oleh guru senior
yang mungkin kurang memiliki potensi hanya karena guru senior tadi
pangkatnya lebih memenuhi syarat daripada si anak muda yang potensial
tersebut. Padahal, dari hasil penelitian Imron Arifin tentang MI
berprestasi, faktor penentu dalam proses suatu sekolah menjadi
berprestasi, antara lain, adalah kepemimpinan Kepala MI yang efektif.
Pemberdayaan Sumberdaya
Apabila kita tanya kepada Madrasah, apa yang merupakan prasyarat
(kunci) utama agar Madrasah mereka dapat menjadi Madrasah Unggulan
seperti MIN Malang I, misalnya, mungkin jawaban sebagian besar dari
mereka adalah dana yang cukup dan fasilitas yang baik. Mungkin menurut
mereka dana yang cukup dan fasilitas yang baik secara otomatis akan
memudahkan mereka meningkatkan kualitas pendidikan madrasahnya. Akan
tetapi, berdasarkan hasil penelitian di beberapa sekolah yang efektif
(lihat Edys Quellmalz, et al, 1995, dan Imron Arifin, 1998), saya
berkesimpulan bahwa kunci utamanya adalah kepemimpinan kepala sekolah
yang efektif.
Seperti analisa saya di atas, dana saya
masukkan ke dalam kategori peluang.. Artinya, dana untuk pengembangan
Madrasah menjadi berprestasi itu tersedia, baik di pemerintah maupun di
masyarakat. Madrasah tinggal mengambilnya saja. Persoalannya adalah
bagaimana cara mengambil dana tersebut. Untuk memperoleh dana dari
pemerintah, tentunya diperlukan proposal yang meyakinkan pemerintah
bahwa dana yang akan diberikan kepada Madrasah itu tidak akan sia-sia
(benar-benar dapat membantu Madrasah tersebut menjadi Madrasah
Unggulan). Demikian pula dengan dana yang ada di masyarakat. Hanya
saja, masyarakat biasanya lebih tertarik pada bukti nyata daripada
proposal yang belum tentu menjadi kenyataan.
Dari sepuluh
ciri dan faktor pendukung SD/MI berprestasi yang ditemukan oleh Imron
Arifin (yang telah disebut di atas), hanya ada satu yang bersifat fisik:
fasilitas belajar yang baik dan ekslusif, sedangkan sembilan ciri
lainnya bersifat non-fisik. Imron juga tidak menyebut dana sebagai
salah satu faktor pendukung. Ia hanya menyebutkan adanya dukungan yang
kuat dari orang tua dan masyarakat sekitar, yang bisa diartikan sebagai
kerelaan mereka untuk mendukung pengembangan madrasah itu dengan uang
mereka. Dana memang diperlukan untuk membeli fasilitas belajar yang
baik, untuk membayar gaji guru bidang studi yang baik, untuk
meningkatkan kesejahteraan guru sehingga motivasi kerja mereka juga
meningkat, dan untuk membeayai penataran guru sehingga mereka dapat
mengajar lebih baik. Akan tetapi, dana itu dapat diusahakan jika
fihak-fihak yang mempunyai dana dapat diyakinkan akan perlunya dana
tersebut diberikan kepada Madrasah yang memerlukan dana.
Ada satu ciri dan faktor yang, menurut saya, merupakan kunci dari
sembilan ciri dan faktor yang lain: kepemimpinan kepala sekolah yang
efektif. Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif akan menimbulkan
sembilan faktor lainnya itu yang ujung akhirnya adalah peningkatan
prestasi madrasah yang dipimpinnya. Kepala Sekolah yang efektif akan
dapat memotivasi stafnya (guru dan non-guru) untuk berprestasi dan
bekerja dengan semangat tinggi. Ia juga akan dapat membina hubungan
yang baik dengan orang tua dan masyarakat sekitar demi kemajuan
Madrasahnya. Motivasi berprestasi dan semangat kerja tinggi staf
Madrasah ini akan menghasilkan kualitas layanan pendidikan yang lebih
baik yang kemudian menghasilkan siswa yang berprestasi baik. Prestasi
siswa yang baik akan menimbulkan kepercayaan masyarakat akan kualitas
pendidikan di Madrasah tersebut. Masyarakat yang percaya akan kualitas
Madrasah tersebut akan tidak keberatan kalau mereka diminta membayar
lebih banyak daripada kalau mereka menyekolahkan anaknya ke sekolah lain
yang kalah kualitasnya.
Jadi, kalau kita ingin
mengembangkan Madrasah menjadi Madrasah berprestasi, kita harus
memulainya dengan mengembangkan faktor kuncinya, yaitu sumberdaya
manusianya yang meliputi kepala Madrasah, guru-guru, staf administrasi,
pengurus yayasan/BP3, dan pejabat Kandepag atau Kanwil Depag yang
mengurusi Madrasah. The man behind the gun lebih menentukan daripada
the gunnya.
Dari SDM tersebut, yang perlu
diprioritaskan pengembangannya adalah kepala Madrasahnya karena dialah
yang diharapkan akan menjadi motor reformasi (perubahan) Madrasah
tersebut. Kita harus mengembangkan para kepala Madrasah itu menjadi
kepala Madrasah yang beriwa pemimpin, bukan sekedar manajer. Menurut
Heim dan Chapman (1991:5) seorang pemimpin yang baik selalu merupakan
manajer yang baik tetapi seorang manajer yang baik belum tentu merupakan
pemimpin yang baik. Mereka menyebutkan perbedaan antara seorang
pemimpin dan manajer sebagai berikut:
- Seorang manajer yang
baik sudah puas dengan hanya mengikuti petunjuk-petunjuk dan saran-saran
dari atas. Seorang pemimpin lebih cenderung untuk mempertimbangkan
masa depan, dan mengantisipasikan kebutuhan, problem dan masalah sebelum
diberitahu bahwa diperlukan tindakan.
- Seorang manajer yang baik bersedia menerima tanggung-jawab. Seorang pemimpin mencari tanggung-jawab.
- Seorang
manajer yang efektif mengambil resiko kecil (jika keadaannya
menguntungkan). Seorang pemimpin menerima resiko lebih besar jika
resiko tersebut mempunyai potensi untuk menghasilkan kemajuan yang lebih
besar, dan mengikuti rencana dengan tekad yang lebih besar.
- Seorang pemimpin lebih mempunyai “jiwa wiraswasta” daripada seorang manajer dasar.
- Seorang
manajer lebih cenderung untuk menerima tugas-tugas yang enak, sedangkan
seorang pemimpin mencari kesempatan yang lebih menantang untuk
menunjukkan potensi kepemimpinannya.
- Seorang manajer biasanya
menganggap anak buahnya sebagai karyawan. Seorang pemimpin menganggap
karyawan sebagai anggota tim dan pengikut.
- Suatu perbedaan pokok
antara manajer dan pemimpin adalah sikap. Banyak manajer puas untuk
menentukan tujuan-tujuan yang sederhana, menenteramkan orang lain,
mencoba menciptakan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan dan
menggunakan kekuasaan dengan hati-hati. Seorang pemimpin cenderung
untuk menentukan tujuan-tujuan yang lebih menuntut (demanding),
menantang orang lain, dan menciptakan suatu lingkungan kerja yang lebih
dinamis. (Heim dan Chapman, 1991:4).
Kepala Madrasah
harus dikembangkan menjadi pemimpin yang mempunyai ruhul jihad dan
efektif. Ciri-ciri kepemimpinan yang efektif, menurut Weiss (1994:4-5)
adalah sebagai berikut:
- Kemampuan untuk melihat gambar yang menyeluruh.
- Kemampuan untuk mengkomunikasikan gambar yang menyeluruh tersebut kepada orang lainl
- Kemampuan untuk menafsirkan dan mengungkapkan dengan kata-kata yang jelas tentang kebutuhan, aspirasi, dan perasaan kelompok.
- Perhatian dan respek akan kebutuhan, aspirasi, perasaan, dan kemampuan di dalam kelompok.
- Kemampuan untuk mengkomunikasikan kebutuhan, aspirasi, dan perasaan kelompok kepada orang-orang di luar kelompok.
- Pengertian akan apa yang orang butuhkan atau inginkan untuk diri mereka sendiri.
- Kemampuan
untuk mengilhami orang untuk melakukan apa yang mungkin saja tidak akan
mereka lakukan untuk diri mereka sendiri atau untuk orang lain.
- Kemampuan
untuk memberikan pengarahan kepada orang lain dan memfokuskan energi
orang pada tujuan spesifik sementara mempertahankan semangat yang tinggi
di dalam kelompok.
- Antusiasme untuk misi, sasaran, dan standar kelompok.
- Keinginan besar akan perubahan, pertumbuhan, atau peningkatan.
- Memiliki energi yang diperlukan untuk menjalankan usaha atau memimpin kelompok.
Peranan Kandepag dan Kanwil Depag
Studi Imron tentang MI berprestasi menunjukkan bahwa reformasi
(perubahan) yang terjadi di MI berprestasi itu dilakukan oleh kepala MI,
para guru, staf non-guru, BP3/yayasan yang berada di dalam MI itu
sendiri. Usaha reformasi yang berhasil memungkinkan mereka untuk
mengembangkan keberanian, kemauan, dan kemampuan untuk mengubah proses
belajar mengajar pada Madrasah tersebut serta mengubah pola otoritas dan
interaksi (hubungan kerja) di antara mereka. Akan tetapi, Madrasah
tidak berada dalam tempat yang terisolasi. Mereka harus melakukan
negosiasi dengan berbagai fihak luar yang terkait – orang tua,
masyarakat sekitar, pejabat Kandepag yang mengurusi Madrasah, dsb.
Untuk menghimpun dukungan bagi kemajuan usaha reformasi mereka,
Madrasah-Madrasah tersebut harus memanfaat segala sumberdaya yang ada di
luar. Dalam hal ini pejabat Kandepag dan Kanwil Depag yang mengurusi
Madrasah dapat memainkan peranan kunci untuk membantu Madrasah yang
ingin berkembang tersebut mengatasi kendala-kendala yang mereka hadapi
dan memanfaatkan dukungan yang ada di luar Madrasah.
Misalnya, usaha pengembangan Madrasah yang berhasil menuntut agar
seluruh, atau sebagian besar, personil Madrasah tersebut melakukan
perubahan-perubahan pada pekerjaan mereka sehari-hari yang telah mereka
lakukan bertahun-tahun: cara mengajar, cara melayani siswa, cara kerja,
dsb. Mungkin, sebagian besar dari mereka merasa kikuk dan tidak siap
untuk melakukan hal itu. Dalam hal ini, Kandepag/Kanwil dapat memainkan
peran untuk mengatasi hal itu. Kandepag atau Kanwil dapat membantu
Madrasah yang mempunyai potensi untuk berkembang (dan ingin berkembang)
dalam hal peningkatan wawasan, pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan
para kepala madrasahnya sebagai pemimpin pendidikan. Kandepag/Kanwil
dapat melakukan penataran kepala madrasah di bidang ini dengan
memanfaatkan para ahli yang ada di Fakultas Tarbiyah, Diklat, maupun
IKIP di wilayah mereka. Peningkatan wawasan, pengetahuan, ketrampilan
dan kemampuan ini kemudian dapat dilanjutkan sampai ke guru-guru, staf
non-guru, dan pengurus yayasan/BP3.
Berdasarkan kondisi perkembangan masing-masing Madrasah, Kandepag/Kanwil Depag dapat mengambil peran sebagai:
- Pusat
Pengembangan Profesional Guru/Kepala Madrasah. Dalam peran ini,
Kandepag/Kanwil Depag menyelenggarakan seminar, lokakarya, atau
penataran untuk mengembangkan potensi SDM Madrasah dengan bantuan dana
dari luar Madrasah sendiri.
- Konsultan ahli. Dalam peran ini
Kandepag/Kanwil Depag memiliki ahli-ahli (konsultan) yang khusus
disiapkan untuk membantu Madrasah secara individu mengembangkan
potensinya sehingga menjadi Madrasah Unggulan.
- Penentu pilihan
menu pengembangan profesional. Dalam hal ini Kandepag/Kanwil Depag
mungkin tidak memiliki kemampuan atau konsultan ahli yang akan melatih
SDM Madrasah untuk mengembangkan Madrasah mereka secara langsung. Akan
tetapi, Kandepag/Kanwil Depag dapat menetapkan berbagai pilihan menu
untuk pelatihan pengembangan SDM Madrasah sedangkan pelatihannya (atau
dana untuk pelatihan itu) dilakukan oleh Madrasah itu secara mandiri
atau bekerja sama dengan lembaga lain.
- Perantara pengembangan
profesional. Kandepag/Kanwil Depag dapat juga bertindak sebagai
perantara/penghubung antara Madrasah dengan para ahli yang ada di
perguruan tinggi atau lembaga lain.
- Penyedia sumberdaya bagi
pengembangan profesional. Kandepag/Kanwil Depag dapat juga berperan
sebagai sumber bagi kebutuhan Madrasah akan sumberdaya untuk
pengembangan Madrasah seperti dana untuk berbagai kegiatan Madrasah,
literatur, dan berbagai fasilitas pengembangan lainnya.
Intinya, pejabat Kandepag/Kanwil Depag yang mengurusi Madrasah mempunyai
peranan penting dalam upaya pengembangan Madrasah Unggulan ini.
Bagaimanapun juga, Madrasah membutuhkan bantuan Kandepag/Kanwil Depag
dalam banyak hal: pengertian, toleransi atau ijin untuk melakukan
eksperimen/reformasi, sumberdaya, perlindungan dari fihak luar yang
tidak setuju dengan reformasi yang dilakukan oleh Madrasah tersebut,
dsb. Mungkin memang tidak ada peran “terbaik” yang dapat dimainkan oleh
Kandepag/Kanwil Depag dalam membantu pengembangan Madrasah menjadi
Madrasah Unggulan/berprestasi. Bentuk optimal dukungan Kandepag/Kanwil
Depag tergantung pada kecocokan antara visi reformasi yang dimiliki oleh
Kandepag /Kanwil Depag dengan yang dimiliki oleh Madrasah yang
bersangkutan serta penyelesaian masalah otoritas yang terkait antara
keduanya.
Kalau cara “terbaik” Kandepag/Kanwil Depag untuk
membantu reformasi di tingkat MI itu boleh dikatakan tidak ada, maka ada
banyak cara bagi Kandepag/ Kanwil Depag untuk menghambat laju reformasi
yang dilakukan Madrasah pada madrasahnya sendiri, walaupun mungkin niat
Kandepag/Kanwil Depag itu adalah membantu. Kebijakan, tindakan, dan
kondisi yang diciptakan oleh kebijakan Kandepag dapat sangat menghambat
munculnya inisiatif dari Madrasah untuk mereformasi dirinya sendiri.
Terutama, penafsiran Kandepag yang terlalu kaku terhadap peraturan
pemerintah, keinginan Kandepag untuk memaksakan adanya keseragaman antar
Madrasah, keengganan untuk memberikan wewenang kepada Madrasah untuk
membuat keputusan sendiri, dan kekakuan prosedur birokrasi merupakan
beberapa cara yang dapat menghambat pengembangan Madrasah Unggulan di
wilayah Jawa Timur.
Penutup Makalah
ini telah berusaha untuk membahas tantangan dan peluang pengembangan
Madrasah Unggulan di wilayah Jawa Timur dengan mula-mula membahas apa
yang dimaksud dengan istilah Madrasah Unggulan dan ciri-ciri Madrasah
Unggulan itu. Berikutnya, dikatakan bahwa peluang untuk mengembangkan
Madrasah Unggulan di wilayah Jawa Timur, ditinjau dari segi politik,
ekonomi, sosial, dan teknis, adalah cukup besar. Tantangan yang harus
diatasi dalam kaitannya dengan pengembangan Madrasah Unggulan di wilayah
Jawa Timur, antara lain, adalah: kondisi Madrasah saat ini yang pada
umumnya masih memprihatinkan dalam hal sarana-prasarananya dan SDM GPAI
(terutama kepala Madrasahnya) yang masih kurang memuaskan dalam hal
kuantitas dan kualitasnya. Untuk mengembangkan SDM Madrasah ini
disarankan untuk memberikan prioritas pada peningkatan kualitas kepala
Madrasah sebagai pemimpin pendidikan yang efektif dan bukan sekedar
manajer. Perbedaan antara manajer dan pemimpin serta ciri-ciri pemimpin
yang efektif juga diberikan. Terakhir, dibicarakan tentang peran yang
dapat dimainkan oleh Kandepag/Kanwil Depag dalam mendorong pengembangan
Madrasah Unggulan di wilayahnya.